Selasa, 29 Juni 2010

Bus Kota



Bus kota kampus - pasar raya melaju dengan kecepatan rata-rata. Bus ini bergerak dari pasar baru menuju pasar raya dan akan kembali ke pasar baru lagi. Biasa, didalam bus kota, aku merasakan suasana khas bus kota, dengan asap rokok yang entah dari sopir atau kerneknya dan berkemungkinan besar juga dari penompang yang sedang mojok di sudut bus. Ditambah lagi dengan dentuman musik khas bus kota yang bass-nya begitu terasa sehingga beresonansi dengan perikardium kita.

Alhamdulillah aku duduk di dekat pintu masuk. Memilih di dekat jendela supaya bisa kena AC (Angin Cepoi-cepoi, maaf plesetan). Musik yang lumayan melow menjadi latar belakang perjalananku kali ini. Banyak hal yang kulihat disepanjang perjalanan. Mulai dari anak SMP yang udah merokok, ngak cuma 1 atau 2 orang tapi ini ada beberapa orang dan berkelompok. Angkot-angkot yang berebut penompang dan saling menyalip bahkan dengan bus kota sendiri. Asap rokok masih bersiliweran di dalam bus kota. Jujur saja, aku paling benci dengan rokok dan asap rokok. Asap rokok membuatku batuk dan sesak napas. Masih ada tanda tanya besar dikepala ku, kenapa orang mau merokok? Yang kulihat dari sisi Ke-“aku”-an ku, nggak ada satu pun manfaat yang dapat kita dapat, bahkan kalau ditilik dari sisi kedokteran, malah rokok adalah faktor resiko untuk beberapa macam penyakit berbahaya yang banyak merengut nyawa, seperti penyakit jantung koroner. Oke, banyak sekali pembenaran-pembenaran yang dilontarkan oleh perokok ketika aku bertanya kenapa mereka merokok. Mulai dari “suka-suka gue”, “awalnya coba-coba” sampai ada yang bilang “kalau nggak ada rokok nggak bisa mikir dan ada aja yang rasanya kurang”. Waduh, gawat kan. Ada juga yang bilang, “kenapa lo yang sibuk? Yang ngerokok gue, beli rokok pake uang gue? Ruginya ama elo apa?” Eh, nggak nyadar ya, asap rokoknya itu loh yang kemana-mana. Tau nggak, menurut penelitian, perokok pasif (orang yang hanya kenak asap rokok orang yang merokok) memiliki resiko yang sama dengan perokok aktif. Karena itu, hal ini jadi urusan gue. Nggak masalah kalau elo mau ngerokok menyendiri di tempat sepi, rokoknya elo beli sendiri, pake uang elo sendiri dan asapnya elo hirup sendiri. Lah ini, para perokok ngerokoknya di tempat umum, di atas angkot yang udah sumpek dan sempit plus asap rokok lagi. Bahkan ketika gue ke bandara, ada yang merokok di ruangan ber-AC. Nggak tau deh, entah mau nangis atau ketawa, entah yang ngerokok orang terlalu “hebat” atau orang terlalu “bodoh”. Oke, gue juga udah bilang tentang masalah kesehatan, tapi malah dijawab “emang ada gitu orang yang mati gara-gara rokok?” Kalau yang di tanya mati gara-gara rokok mah banyak, tapi kalau ngerokok lalu tiba-tiba mati, emang nggak ada. Minum racun aja kalau gitu. Ya itulah ilustrasi percakapanku dengan perokok.

Kita semua tau, bahkan perokok pun tau kalau banyak sekali zat-zat yang berbahaya yang terkandung dalam rokok atau pun asap rokok, salah satunya nikotin. Dan akibat nikotin inilah kebanyakkan para perokok sulit untuk menghentikan kebiasaan merokoknya, karena mereka sudah kecanduan. Ada yang pernah bilang, “sebenarnya untuk tidak merokok itu mudah dan gue pun mau sebenarnya tidak merokok, tapi untuk berhenti itu sulit, soalnya kalau nggak ngerokok rasanya ada yang hilang gitu….”. Miris memang. Jadi bagi kamu-kamu yang tidak merokok, jangan pernah coba-coba merokok. Dan bagi kamu-kamu yang sudah menjadi perokok, cepatlah berhenti merokok dengan alasan apapun. Karena jangan sampai kamu menyesal dengan perbuatanmu sendiri dan sayangilah kesehatanmu. Bantulah orang-orang yang ingin berhenti merokok. Sebenarnya tak ada kata MENGURANGI merokok yang ada hanya STOP merokok.

Waduh, udah ngalur ngidul kemasalah rokok nih. Padahal tadinya aku mau cerita tentang Bus kota dan pengalamanku dengan bus kota. Oke, kita sambung kapan-kapan aja ya masalah Bus Kotanya. Maaf kalau ada kata-kata yang menyinggung pihak-pihak yang terkait. Karena kesalahan itu datangnya dari saya seorang manusia biasa dan kebenaran yang saya sampaikan adalah dari Allah SWT, tuhan semesta alam.

FRAKTUR TERBUKA FEMUR

PENDAHULUAN
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. 1
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma – trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olah raga.
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur yang dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus merusak jaringan lunak di sekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organ – organ penting lainnya.
Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan bagaimana mengatasinya, akan tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus diatasi secara simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh, bagaimana, jenis penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, syaraf, dan harus diperhatikan lokasi kejadian, waktu terjadinya agar dalam mengambil tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang optimal.
A. FRAKTUR
A.1. DEFINISI FRAKTUR DAN MEKANISME TRAUMA
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah 2.
Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. 2
A.2. GEJALA DAN TANDA
Manifestasi klinis fraktur adalah didapatkan adanya riwayat trauma, hilangnya fungsi, tanda-tanda inflamasi yang berupa nyeri akut dan berat, pembengkakan lokal, merah/perubahan warna, dan panas pada daerah tulang yang patah. Selain itu ditandai juga dengan deformitas, dapat berupa angulasi, rotasi, atau pemendekan, serta krepitasi. Apabila fraktur terjadi pada ekstremitas atau persendian, maka akan ditemui keterbatasan LGS (lingkup gerak sendi). Pseudoartrosis dan gerakan abnormal. 3, 4
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan X-foto, yang harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior-posterior dan lateral. Dengan pemeriksaan X-foto ini dapat dilihat ada tidaknya patah tulang, luas, dan keadaan fragmen tulang. Pemeriksaan ini juga berguna untuk mengikuti proses penyembuhan tulang. 3, 5
Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut. Bila berdasarkan pengamatan klinis diduga ada fraktur, maka perlakukanlah sebagai fraktur sampai terbukti lain. 4
A.3. PEMBAGIAN FRAKTUR
Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas 3 : complete, dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:
  1. Fissure/Crack/Hairline – tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di tempat, biasa terjadi pada tulang pipih
  2. Greenstick Fracture – biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna, clavicula, dan costae
  3. Buckle Fracture – fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam
Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi 3 :
  1. Transversal – garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o dari sumbu tulang)
  2. Oblik – garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80o atau >100o dari sumbu tulang)
  3. Longitudinal – garis patah mengikuti sumbu tulang
  4. Spiral – garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih
  5. Comminuted – terdapat 2 atau lebih garis fraktur
Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:
a. Undisplace – fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya
b. Displace – fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:
- Shifted Sideways – menggeser ke samping tapi dekat
- Angulated – membentuk sudut tertentu
- Rotated – memutar
- Distracted – saling menjauh karena ada interposisi
- Overriding – garis fraktur tumpang tindih
- Impacted – satu fragmen masuk ke fragmen yang lain
Gambar 1. Tipe Fraktur menurut garis frakturnya
Gambar 1. Tipe Fraktur menurut garis frakturnya
Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh. Sedangkan apabila kulit di atasnya tertembus dan terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka, yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah sehingga cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi. 2, 6
B. PENATALAKSANAAN FRAKTUR 4, 6, 7
1. Penatalaksanaan secara Umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
2. Penatalaksanaan Kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk meng-imobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien dipindahkan.
Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
3. Prinsip Penanganan Fraktur
Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi 4, 6:
a. Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima.6
  • Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal.
  • Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik normalnya.
  • Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.4 Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan.
Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
b. Imobilisasi
  • Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
  • Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan.
  • Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat “eksternal” (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll).
Tabel 1. Perkiraan Waktu Imobilisasi yang Dibutuhkan
untuk Penyatuan Tulang Fraktur
Tabel 1. Perkiraan Waktu Imobilisasi yang Dibutuhkan untuk Penyatuan Tulang Fraktur
c. Rehabilitasi
  • Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang sakit.
  • Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.
Tabel 2. Ringkasan Tindakan terhadap Fraktur
Tabel 2.  Ringkasan Tindakan terhadap Fraktur
C. KOMPLIKASI FRAKTUR 1, 6, 7
a. Komplikasi segera
1. Komplikasi lokal – dapat berupa kerusakan kulit, pembuluh darah (hematom, spasme arteri, dan kontusio), kerusakan saraf, kerusakan otot, dan kerusakan organ dalam.
2. Komplikasi sistemik – syok hemoragik
b. Komplikasi awal
1. Komplikasi lokal – sekuele dari komplikasi segera, berupa nekrosis kulit, gangren, trombosis vena, komplikasi pada persendian (artritis), dan pada tulang (infeksi/osteomielitis).
2. Komplikasi sistemik – emboli lemak, emboli paru, pneumonia, tetanus, delerium tremens.
c. Komplikasi lanjut
1. Komplikasi pada persendian – dapat terjadi kontraktur dan kekakuan sendi persisten, penyakit sendi degeneratif pasca trauma.
2. Komplikasi tulang – yakni penyembuhan tulang abnormal (malunion, delayed union dan non union).
Mal union adalah keadaan dimana tulang menyambung dalam posisi tidak anatomis, bisa sembuh dengan pemendekan, sembuh dengan angulasi, atau sembuh dengan rotasi.
Delayed union adalah proses penyembuhan patah tulang yang melebihi waktu yang diharapkan, hal ini berarti bahwa proses terjadi lebih lama dari batas waktu yaitu umumnya 3-5 bulan.6
Non union adalah keadaan dimana suatu proses penyembuhan patah tulang berhenti sama sekali dan penyembuhan patah tulang tidak akan terjadi tanpa koreksi pembedahan.
3. Komplikasi pada otot – miositis pasca trauma, ruptur tendo lanjut
4. Komplikasi saraf – Tardy nerve palsy
D. PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR
Secara ringkas tahap penyembuhan fraktur dibagi menjadi 5 tahap sebagai berikut 4, 6 :
1. Stadium Pembentukan Hematom :
- Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek
- Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)
- Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam
2. Stadium Proliferasi Sel / Inflamasi :
- Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur
- Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast
- Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang
- Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang
- Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi
3. Stadium Pembentukan Kallus :
- Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)
- Kallus memberikan rigiditas pada fraktur
- Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu
- Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi
4. Stadium Konsolidasi :
- Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu
- Secara bertahap menjadi tulang mature
- Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan
5. Stadium Remodeling :
- Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur
- Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast
- Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda penebalan tulang.
Proses penyembuhan tulang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, mencakup: usia, lokasi dan jenis fraktur, kerusakan jaringan sekitar fraktur, banyaknya gerakan pada fragmen fraktur, pengobatan, adanya infeksi atau penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus), derajat trauma, gap antara ujung fragmen dan pendarahan pada lokasi fraktur. 6, 8
E. FRAKTUR TERBUKA
E.1. KLASIFIKASI
Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur 2, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1.
Tabel 3. Derajat Patah Tulang Terbuka Menurut Gustillo dan Anderson (1976)
Tabel 3. Derajat Patah Tulang Terbuka Menurut Gustillo dan Anderson (1976)

Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo dan Anderson (1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC (Tabel 2). 8
  • IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak, walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.
  • IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma high energy tanpa memandang luas luka.
  • III C terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan jaringan lunak.
Tabel 4. Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh Gustillo, Mendoza dan Williams (1984)
Tabel 4. Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh Gustillo, Mendoza dan Williams (1984)
E.2. PENATALAKSANAAN KHUSUS PADA FRAKTUR TERBUKA
Fraktur terbuka merupakan suaru keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi risiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak.
Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka adalah 6:
  1. Obati fraktur terbuka sebagai suatu kegawatan.
  2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan kematian.
  3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi.
  4. Segera dilakukan debridemen dan dan irigasi yang baik.
  5. Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya.
  6. Stabilisasi fraktur.
  7. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari.
  8. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena.
Sedangkan tahap-tahap pengobatan fraktur terbuka adalah sebagai berikut 6:
  1. Pembersihan luka.
Dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
  1. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen).
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot, dan fragmen-fragmen yang lepas.
  1. Penutupan kulit.
  2. Pemberian antibakteri.
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan dalam dosis yang besar sebelum, pada saat, dan sesudah tindakan operasi.
  1. Pencegahan tetanus.
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid. Tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin.
  1. Pengobatan fraktur itu sendiri.
F. FRAKTUR FEMUR
F.1. ANATOMI FEMUR 10
Gambar 2. Anatomi Femur
Gambar 2. Anatomi Femur

Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis.Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.
F.2. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam 5 :
a. FRAKTUR COLLUM FEMUR:
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :
  • Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
  • Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
b. FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMUR
Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :
tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor
c. FRAKTUR BATANG FEMUR (dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :
- tertutup
- terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
· Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
· Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar.
· Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
d. FRAKTUR BATANG FEMUR (anak – anak)
e. FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMUR
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
f. FRAKTUR INTERCONDYLAIR
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
g. FRAKTUR CONDYLER FEMUR
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
F.3. FRAKTUR SUPRAKONDILER FEMUR DAN FRAKTUR INTERKONDILER 6
Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan batas metafisis dengan diafisis femur.
Fraktur suprakondiler femur sering bersama-sama dengan fraktur interkondiler yang memberikan masalah pengelolaan yang lebih kompleks.
Fr. Suprakondiler & Interkondiler
Klasifikasi menurut Neer, Grantham, Shelton (1967) :
  • Tipe I ; fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk T.
  • Tipe IIA ; fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian metafisis (bentuk Y).
  • Tipe IIB ; sama seperti IIA tetapi bagian metafisis lebih kecil.
  • Tipe III ; fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur kondiler yang tidak total.
F.3.1. Gambaran Klinis
Berdasarkan anamnesis ditemukan riwayat trauma yang disertai pembengkakan dan deformitas pada daerah suprakondiler. Pada pemeriksaan mungkin ditemukan adanya krepitasi. Dapat ditemukan adanya hemartrosis yang lebih hebat karena adanya fraktur intra-artikuler.
F.3.2. Pengobatan
  1. Terapi konservatif.
    • Traksi berimbang dengan mempergunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson.
    • Cast-bracing.
    • Spika panggul.
  2. Terapi operatif.
Karena fraktur ini bersifat intra-artikuler, maka sebaiknya dilakukan terapi operatif dengan fiksasi interna yang rigid untuk memperoleh posisi anatomis sendi dan segera dilakukan mobilisasi.
Sumber :
  1. Fraktur. Diunduh dari http://bedahugm.net/Bedah-Orthopedi/Fracture.html . Update terakhir: 3 Agustus 2008.
  2. Sjamsuhidajat R, Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, ed revisi, EGC. Jakarta: 1998. pp. 1138-96
  3. Mangunsudirejo RS. Fraktur, penyembuhan, penanganan, dan komplikasi, buku 1. Edisi 1. Semarang: 1989
  4. Fraktur. Diunduh dari http://www.klinikindonesia.com/bedah/fraktur.php. Update terakhir: 7 Januari 2009
  5. Fraktur Femur. Diunduh dari: http://medisdankomputer.co.cc/?p=380. Update terakhir: 15 Maret 2009
  6. Rasjad, C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Yarsif Watampone. Makassar: 2007. pp. 352-489
  7. Buckley R, Panaro CDA. General principles of fracture care. Diunduh dari http://www.emedicine.com/orthoped/byname/General-Principles-of-Fracture-Care.htm. Update terakhir: 19 Juli 2007
  8. Fraktur Terbuka. Diunduh dari http://bedahugm.net/Bedah-Orthopedi/Fraktur-Terbuka.html. Update terakhir: 8 Januari 2009
  9. Anatomi Femur. Diunduh dari http://doctorology.net. Update terakhir: 6 Juni 2009

Selasa, 22 Juni 2010

Speechless



LAGI-LAGI…. LAGI-LAGI….

Hatiku teriris, sakit namun tak berdarah.

Ikhlaskan dan lupakan. Anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa.

Tersenyumlah. Mudah-mudahan dapat menggugurkan dosa-dosa. Amien…

Jangan pernah balas keburukan itu dengan keburukan yang sama, tapi balaslah dengan kebaikan.

Dan jangan pernah sekali-kali membalas kebaikan itu dengan kejahatan, tapi balaslah dengan kebaikan bahkan yang lebih baik dari pada itu.

Qs. An Nissa’[4]: 86
  
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.

Ya, setiap kita dicipakan berbeda. Dan kita pun mengakui perbedaan itu. Anatomi berbeda, fisiologi berbeda, sifat berbeda, sikap berbeda, pendapat berbeda, kebiasaan berbeda, kesukaan berbeda, minat berbeda dan banyak lagi perbedaan-perbedaan  di antara kita. Tapi kenapa kita harus membesar-besarkan perbedaan, kalau kita punya persamaan. Perbedaan itu unik dan menarik, karena perbedaanlah yang membuat kita dinamis, hidup optimis dan penuh warna. Namun jangan sampai perbedaan itu membuat kita tercerai berai dan saling menyalahkan.

Jangan biarkan perbedaan “memperbudak” kita. Seharusnya, kitalah yang “memanfaatkan” perbedaan tersebut, sehingga tercipta suatu harmoni yang indah, yang sedap untuk didengarkan dan indah untuk dilihat. Karena suatu alunan musik yang indah, berasal dari nada-nada yang berbeda, bukan nada-nada yang sama dan monoton. Hasilnya, tergantung kita bagaimana cara menyatukan perbedaan nada itu. Merdu atau cemprengkah hasilnya.

Sekali lagi, dari hati yang telah kembali tersenyum, cobalah untuk memperlakukan orang lain seperti apa kita hendak diperlakukan oleh orang lain. Maka lakukanlah yang terbaik, jangan lagi buat hatinya teriris, sakit namun tak berdarah, karena tak ada satu orang dokter pun yang bisa mengobatinya.

Maaf lahir batin… ^_^


(dalam harapan yang dalam – karena “harapan itu masih ada”)

Senin, 21 Juni 2010

Memori Visual Perdana


1. Sepeda Santai

Tempat : Pantai Muaro Padang
Tanggal : 14 Maret 2010 
Jam : 07.43 WIB


2. Main di Alam

Tempat : Hutan Biologi Unand
Tanggal : 7 Maret 2010
Jam : 14.00 WIB


3. Sekolah Ceria Pasca Gempa Sumbar

Tempat : Dusun sei durian, Kec. Patamuan, Kab. Padang Pariaman
Tanggal : 24 Oktober 2009
Jam : 09.44 - 14.41 WIB
Pembukaan yang disambut dengan meriah oleh adik-adik di desa tersebut.

Pemberian kenang-kenangan kepada 2 orang peserta 
yang mau menjadi pembaca wahyu ilahi dan sari tilawah dadakan.


Disela permainan "borgol sederhana", eh ada yang sadar kamera, he....he... ^_^

Adik-adik di desa tersebut sangat antusias sekali mengikuti acara ini.
Walaupun tetap ada yang sadar kamera ^_^

Setelah pembukaan, kita pemanasan dulu dengan "Senam Tomy".
Ayo semangat !!!
"Tangan kanan kedepan, kebelakang, depan belakang, lalu goyangkan............"

Masuk ke acara inti "1000 Surat dari Ranah Minang".
Lihat, adik-adik ini serius sekali menuangkan curahan hatinya ke selembar kertas.
Ayo, kita dengarkan cerita mereka.

Mereka mulai ceria ^_^

...Harapan itupun masih ada...


Photo ini diambil dari tenda tempat mereka belajar yang sangat panas.

... Bapisah bukannyo Bacarai ...

Minggu, 20 Juni 2010

Penyakit Gout

Skenario :

Seorang laki-laki umur 45 tahun BB : 85 kg dan TB 155 cm, mengeluh sejak 6 bulan terakhir sering merasa sakit pada pangkal ibu jari kaki kanannya. Rasa sakit biasanya dirasakan setelah ia makan soto kambing dan jeroan yang menjadi kegemarannya. Pada pangkal ibu jari juga teraba benjolan, teraba panas dan nyeri. Bila merasa sakit, laki-laki ini minum berbagai obat pegal linu, namun tidak ada yang terasa khasiatnya. Oleh istrinya di sarankan ke puskesmas.

PENDAHULUAN
Artritis pirai (gout) adalah suatu inflamasi yang hanya terjadi akibat deposit kristal monosodium urat (MSU) pada sendi. Sebaliknya, kristal yang terdeposit di jaringan lunak tidak akan menyebabkan terjadinya inflamasi. Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia dengan peninggian kadar asam urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0 mg/dl.
RUMUSAN MASALAH
Sering merasa sakit, teraba benjolan, teraba panas pada pangkal ibu jari kaki kanan
DEFINISI
Artritis pirai (gout) merupakan suatu sindrom klinik sebagai deposit kristal asam urat di daerah persendian yang menyebabkan terjadinya serangan inflamasi akut.
ETIOLOGI
Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal.
EPIDEMIOLOGI
Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa. Menurut Hipocrates, gout jarang pada pria sebelum masa remaja (adolescens) sedangkan pada perempuan jarang sebelum menopause. Prevalensi gout di Amerika Serikat adalah 13,6/1000 pria dan 6,4/1000 perempuan. Prevalensi ini akan bertambah sesuai dengan peningkatan taraf hidup masyarakat sesuatu tempat. Di Indonesia daerah Jawa Tengah, pada tahun 1935 seorang dokter kebangsaan Belanda bernama Van der Horst telah melaporkan 15 pasien mengalami arthritis pirai dengan kecacatan dan kelumpuhan anggota gerak. Berdasarkan hasil penelitian Framingham didapatkan prevalensi arthritis gout meningkat seiring dengan peningkatan sodium urat serum.
PEMERIKSAAN
Rekam medis-status pasien terdiri dari :
· Anamnesis
· Pemeriksaan Fisik
· Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium / Rontgen)
· Diagnosis Kerja
· Diagnosis Banding
· Penatalaksanaan
· Prognosis
1) Anamnesa
Ø auto anamnesia
ü Data identitas pasien secara lengkap
ü Riwayat penyakit sekarang
ü Riwayat penyakit dahulu
§ Menanyakan riwayat penyakit sebelumnya jika ada.
ü Keluhan penyakit yang dialami :
§ Sakit/nyeri
§ Kekakuan/kelemahan
ü Riwayat Penyakit Keluarga
ü Riwayat Pribadi
ü Riwayat Sosial Ekonomi
Ø allo anamnesia
Pada dasarnya sama dengan auto anamnesis, bedanya adalah pada penceritanya adalah orang lain dan bukannya si pasien. Seringkali pada anak-anak kecil / bayi atau orang tua yang sudah mulai pikun (demensia) atau penderita yang tidak sadar / sakit jiwa.
1) Pemeriksaan Fisik
Ø Inspeksi dan palapasi pada sendi
- inspeksi dilakukan pada kulit di bagian sendi
- diperhatikan jika terdapat sebarang tanda kemerahan dan juga teraba panas pada sendi.
- dilihat pada sendi metatarsal phalanges I terdapat pembengkakan yang simetris atau tidak, terasa nyeri atau tidak untuk mengonfomasi adanya podagra.
- pada pasien dengan stadium gout menahun akan teraba tophus terutama di cuping telinga, metatarsal phalanges I, olecranon, tendon Achilles dan jari tangan

2) Pemeriksaan Penunjang
i) Pemeriksaan Radiologi


Ø Foto Konvensional (X-Ray)
- ditemukan pembengkakan jaringan lunak dengan kalsifikasi (tophus) berbentuk seperti topi terutama di sekitar sendi ibu jari kaki.
- tampak pembengkakan sendi yang asimetris dan kista arthritis erosif.
- peradangan dan efusi sendi.

i) Pemeriksaan laboratorium
Ø Asam Urat (Serum)
- dijalankan untuk memantau asam urat serum selama pengobatan gout.
- 3-5 ml darah vena dikumpulkan dalam tabung tabung berpenutup merah. Diusahakan supaya tidak terjadi hemolisis.
- elakkan dari memakan makanan tinggi purin seperti jeroan (hati, ginjal, otak, jantung), remis, sarden selama 34 jam sebelum uji dilakukan.
- nilai normal :
§ Pria Dewasa : 3,5 – 8,0 mg/dL
§ Perempuan Dewasa : 2,8 – 6,8 mg/dL
- peningkatan kadar asam urat serum sering terjadi pada kasus gout, alkoholisme, leukimia, limfoma, diabetes mellitus (berat), gagal jantung kongestif, stress, gagal ginjal, pengaruh obat : asam askorbat, diuretic, tiazid, levodopa, furosemid, fenotiazin, 6-merkaptopurin, teofilin, salisilat.

Ø Asam Urat (Urine 24 jam)
- Untuk mendeteksi dan/atau mengonformasi diagnosis gout atau penyakit ginjal.
- sampel urine 24 jam ditampung dalam wadah besar, ditambahkan pengawet dan didinginkan.
- pengambilan diet makanan yang mengandung purin ditangguhkan selama penampungan.
- tidak terdapat pembatasan minuman.
- nilai normal :
§ 250 – 750 mg/24 jam (normal)
- Peningkatan terjadi pada kasus gout, diet tinggi purin, leukemia, sindrom Fanconi, terapi sinar–X, penyakit demam, hepattis virus, pengaruh obat: kortikosteroid, agens sitotoksik (pengobatan kanker), probenesid (Benemid), salisilat (dosis tinggi).
- Kadar pH urine diperiksa jika terdapet hiperuremia. Batu urat terjadi pada pH urine rendah (asam).
Ø Pemeriksaan cairan sendi
1) Tes makroskopik
o Warna dan kejernihan
v Normal : tidak berwarna dan jernih
v Seperti susu : gout
v Kuning keruh : inflamasi spesifik dan nonspesifik karena leukositosis
v Kuning jernih : arthritis reumatoid ringan, osteo arthritis
o Bekuan
v Normal : tidak ada bekuan
v Jika terdapat bekuan menunjukkan adanya peradangan. Makin besar bekuan makin berat peradangan
o Viskositas
v Normal : viskositas tinggi (panjangnya tanpa pututs 4-6 cm)
v Menurun (kurang dari 4 cm : inflamatorik akut dan septik)
v Bervariasi : hemoragik
o Tes mucin
v Normal : terlihat stu bekuan kenyal dalam cairan jernih
v Mucin sedang : bekuan kurang kuat dan tidak ada batas tegas
→ rheumatoid arthritis
v Mucin jelek : bekuan berkeping-keping → infeksi
2) Tes mikroskopik
o Jumlah leukosit
v Jumlah normal leukosit : kurang 200/mm3
§ 200 – 500/mm3 → penyakit non inflamatorik
§ 2000 – 100 000/mm3 → penyakit inflamatorik akut
Contoh : arthritis gout, arthritis reumatoid
§ 20 000 – 200 000/mm3 → kelompok septik (infeksi)
Contoh : arthritis TB, arthritis gonore
§ 200 – 1000/mm3 → kelompok hemoragik
o Hitung jenis sel
v Jumlah normal neutrofil : kurang dari 25%
v Jumlah neutrofil pada akut inflamatorik:
- Arthritis gout akut : rata-rata 83%
- Faktor rematoid : rata-rata 46%
- Artrhritis rematoid : rata-rata 65%
o Kristal-kristal
v Normal : tidak ditemukan kristal dalam cairan sendi
v Arthritis gout : ditemukan kristal monosodium urat (MSU) berbentuk
jarum memiliki sifat birefringen ketika disinari cahaya
polarisasi
Arthritis rematoid : ditemukan kristal kolestrol
3) Tes kimia
o Tes glukosa
v Normal : perbedaan antara glukosa serum dan cairan sendi adalah kurang dari 10mg%
v Pada kelompok inflammatorik :
- Arthritis gout : perbedaan rata-rata 12 mg%
- Faktor rematoid : perbedaan 6 mg%
o Laktat Dehidrogenase
§ Normal : 100 – 190 IU/l, 70 – 250 U/l
§ Meningkat : rematoid arthritis, gout, arthritis karena infeksi
4) Tes mikrobiologi
o untuk kelainan sendi yang disebabkan infeksi
o hasil negatif pada kultur bakteri cairan sendi
DIAGNOSIS
Ø Working Diagnosis (Diagnosis Kerja)2
Pasien ini mengalami penyakit Artritis gout.
Ø Differential Diagnosis (Diagnosis Banding)
Osteoarthritis (OA)
§ merupakan penyaki sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi.
§ paling sering terkena pada panggul, lutut dan pergelangan kaki.
§ keluhan nyeri sendi merupakan keluhan utama terutama pada waktu melakukan aktivitas jika terdapat pembebanan pada sendi yang terkena.
§ terjadi juga hambatan gerakan sendi sehingga bias menyebabkan kaku sendi.
§ prevalensi cukup tinggi pada golongan lanjut usia, lebih banyak pada wanita.
§ terdapat tanda-tanda peradangan seperti nyeri tekan, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan tetapi tak menonjol dan hanya timbul belakangan.
§ Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan penurunan viskositas , pleositas ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel radang dan peningkatan protein.

v Arthritis Reumatoid (AR)
§ Arthritis reumatoid adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progesif pada sendi yang menjadi target utama.
§ manifestasi AR adalah poliartritits simetrik yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki.
§ Artritis sering kali diikuti oleh kekauan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama lebih satu jam atau lebih.
§ Pada AR kronik hampir tidak dijumpai kemerahan dan panas.
§ Penyebab : sinovitis, yaitu adanya inflamasi pada membran sinovial yang membungkus sendi.
§ Paling sering terkena pada metacarpophalanges (MCP), metatarsophalanges (MTP) dan vertebra servikal.
§ Pada pemeriksaan darah tepi. ditemukan leukositosis trombositosis dan hematokrit sedikit menurun. Pada pemeriksaan cairan sendi, tidak ditemukan Kristal, kultur negative dan kadar glukosa rendah.
PATOGENESIS ARTRITIS GOUT7
Kriteria Klasifikasi Gout Akut
v Ditemukan kristal urat yang karakteristik dalam cairan sendi
v Tofus yang terbukti mengandung kristal urat dengan cara kimia atau mikroskop polarisasi
v Ditemukan 6 hingga 12 fenomena klinis, laboratories dan radiologis sebagai tercantum di bawah :
1) melebihi 1 kali serangan arthritis akut
2) inflamasi maksimal terjadi dalam waktu 1 hari
3) serangan arthritis monoartikular
4) sendi kemerahan
5) nyeri atau bengkak pada sendi metatarsalphalanges (MTP) 1
6) serangan unilateral yang melibatkan sendi MTP-1
7) serangan sendi unilateral yang melibatkan sendi tarsal
8) dugaan tofus
9) hiperurikemia
10) pembengkakan tidak simetrisdi antara sendi
11) kista subcortical tanpa erosi
12) hasil negatif pada kultur cairan sendi untuk mikroorganisme
§ Artritis gout (GA) terbagi atas dua golongan, yaitu GA primer dan GA sekunder8
Ø GA primer
o kurang lebih 90% dari semua kasus
o mayoritas bersifat idiopatik (> 95%)
o memiliki perwarisan yang mltifaktoral dan berkaitan dengan produksi berlebihan asam urat dengan ekskresi normal/meningkat atau produksi asam urat yang normal tetapi kurang ekskresi
o faktor predisposisi (kecenderungan) : penggunaan alkohol dan obesitas
Ø GA sekunder
o kurang lebih 10% dari semua kasus
o terjadi karena disebabkan penyakit lain yang mengalami kelebihan pemecahan purin, sehingga menyebabkan peningkatan sintesis asam urat.
o sebagian besar berkaitan dengan peningkatan pnggantian asam nukleat yang terjadi pada hemolisis kronik, polisitemia, leukemia dan limfoma
o Pada leukemia, terjadi peningkatan asam urat disebabkan terjadinya pelepasan asam nukleat pada sel yang mengalami nekrosis yang kemudian dikatabolisme menjadi asam urat.
o hiperurisemia simptomatik jarang disebabkan oleh pemakaian obat-obatan (khususnya diuretic, aspirin, asam nikotinat dan etanol) atau gagal ginjal kronik.

§ Peradangan atau inflamasi merupakan reaksi penting pada arthritis gout terutama pada stadium akut. Reaksi ini merupakan reaksi pertahan tubuh non spesifik untuk menghindari kerusakan jaringan akibat agen penyebab. Tujuan dari proses inflamasi ini adalah :
(i) Menetralisir dan menghancurkan agen penyebab
(ii) Mencegah perluasan radang ke jaringan lain
§ Pada kasus arthritis gout, terjadi peradangan akibat penumpukan agen penyebab yaitu kristal monosodium urat pada sendi. Pengeluaran berbagai mediator peradangan akibat aktivasi melalui berbagai jalur, antara lain aktivitas komplemen(C) dan selular.
Sistesis Purin
Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage pathway).
Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui prekursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah melalui serangkaian zat antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat, asam guanilat, asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian mekanisme yang kompleks, dan terdapat beberapa enzim yang mempercepat reaksi yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat (PRPP) sintetase dan amidofosforibosiltransferase (amido-PRT). Terdapat suatu mekanisme inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang terbentuk, yang fungsinya untuk mencegah pembentukan yang berlebihan.
Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa purin bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini tidak melalui zat-zat perantara seperti pada jalur de novo. Basa purin bebas (adenin, guanin, hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk prekursor nukleotida purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim: hipoxantin guanin fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin fosforibosiltransferase (APRT).
Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi secara bebas oleh glomerulus dan diresorpsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron distal dan dikeluarkan melalui urin.
Aktivasi Komplemen
§ Kristal urat dapat mengaktifkan sistem komplemen melaui jalur klasik dan jalur alternatif. Melalui jalur klasik terjadi aktivasi komplemen C1 tanpa peran immunoglobulin. Pada kadar MSU yang meninggi, terjadi aktivasi sistem komplemen melalui jalur alternatif apabila jalur klasik terhambat. Kristal urat ini akan menyebabkan proses peradangan melalui mediator IL-1 dan TNF serta sel radang neutrofil dan makrofag.
§ Makrofag pada sinovium merupakan sel utama dalam proses peradangan yang dapat menghasilkan berbagai mediator kimiawi antara lain IL-1, TNF (Tumor Necrosis Factor), IL-6 dan GM-CSF (Granulo cyte-Macrophage Colony-Stimulating Factor) yang menyebabkan kerusakan jaringan dan mengaktivasi berbagai sel radang. Sel radang ini diaktivasi dengan berbagai cara sehingga menimbulkan respons fungsional sel dan gene expression. Respon fungsional sel radang tersebut antara lain berupa degranulasi, aktivasi NADPH oksigenase gene expression sel radang jalur signal transduction pathway dan berakhir dengan aktivasi transcription factor yang menyebabkan gen berekspresi dengan mengeluarkan berbagai sitokin dan mediator kimiawi lain. Signal transduction pathway melalui 2 cara yaitu, dengan mengadakan ikatan dengan reseptor (cross-link) atau dengan langsung menyebabkan gangguan non spesifik pada membran sel.
§ Kristal urat mengadakan ikatan dengan berbagai cross-link dengan berbagai reseptor seperti reseptor adhesion molecule (Integrin), non tyrosine kinase, reseptor FC, komplemen dan sitokin.
§ Ikatan dengan reseptor akan bertambah kuat apabila kristal urat berikatan sebelumnya dengan opsonin, misalnya immunoglobulin (Fc dan IgG) atau dengan komplemen (C1q dan C3b).
§ Aktivasi reseptor melalui tirosin kinase dan second messager akan mengaktifkan transcription factor. Hasil dari transkripsi gen sel radang ini akan mengeluarkan berbagai mediator kimiawi seperti IL-1.
§ Pengeluaran mediator kimiawi ini akan menimbulkan reaksi radang lokal maupun sistemik yang selanjutnya akan menimbulkan kerusakan jaringan.
Manifestasi Klinik
Manifestasi gout akut terdiri dari arthritis gout akut, interkritikal gout dan gout menahun dengan tofi. Ketiga stadium ini merupakan stadium yang klasik dan didapat deposisi yang progesif kristal urat.
Ø Stadium Arthritis gout akut
o pada stadium ini, radang sendi timbul sangat cepat dalam waktu singkat.
o pasien tidur tanpa sebarang gejala sebaliknya pada saat bangun pagi pasien terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan.
o keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah disertai gejala sistemik berupa demam, menggigil dan lelah. Biasanya bersifat monoartikular.
o lokasi paling sering pada MTP 1 yang biasa disebut sebagai padogra.
o dapat terkena sendi yang lain yaitu pergelangan tangan/kaki, lutut, dan siku.
o pada serangan akut berat : dapat sembuh dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.
o pada serangan akut tidak berat : keluhan-keluhan menghilang dalam beberapa jam atau hari
o faktor pencetus : trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian obat diuretik atau penurunan dan peningkatan asam urat.
o penurunan asam urat darah secara mendadak dengan allopurinol atau obat urikosurik dapat menyebabkan kekambuhan.
Ø Stadium Interkritikal
o merupakan stadium kelanjutan stadium akut.
o terjadi periode interkritikal asimptomatik.
o tidak terdapat tanda-tanda klinis radang akut tetapi pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat.
o penanganan yang tidak baik dapat menyebabkan berlanjut ke stadium menahun.
Ø Stadium Arthritis Gout menahun
o pada stadium ini umumnya pasien mengobati sendiri (self medication) sehingga pada waktu lama tidak berobat secara teratur pada dokter.
o biasanya disertai tofi yang banyak dan poliartikular.
o tofi sering pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang-kadang dapt timbul infeksi sekunder.
o lokasi tofi yang paling sering pada cuping telinga, MTP-1, olecranon, tendon Achilles dan jari tangan.
o Kadang-kadang disertai batu ginjal sampai penyakit ginjal menahun.
KOMPLIKASI
§ Terjadi pada gout kronik :
Ø Gout kronik bertophus
- merupakan serangan gout yang disertai benjolan-benjolan (tofi) di sekitar sendi yang sering meradang. Tofi adalah timbunan kristal monosodium urat di sekitar persendian seperti di tulang rawan sendi, synovial, bursa atau tendon.
- Tofi bisa juga ditemukan di jaringan lunak dan otot jantung, katub mitral jantung, retina mata, pangkal tenggorokan.
Ø Nefropati gout kronik
- penyakit tersering yang ditimbulkan karena hiperurisemia.
- terjadi akibat dari pengenapan kristal asam urat dalam tubulus ginjal.
- Pada jaringan ginjal bisa terbentuk mikrotofi yang menyumbat dan merusak glomerulus.
Ø Nefrolitiasi asam urat (batu ginjal)10
- terjadi pembentukan massa keras seperti batu di dalam ginjal
- bisa menyebabkan nyeri, pendarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.
- air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu seperti kalsium, asam urat, sistin dan mineral struvit (campuran magnesium, ammonium, fosfat).
PENATALAKSANAAN9
è Medikamentosa
Pengobatan penderita arthritis pirai dibagi atas :
(i) Pengobatan fase akut; untuk menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan
v Kolkisin
o Indikasi : penyakit gout (spesifik)
o Mekanisme kerja : Menghambat migrasi granulosit ke tempat radang menyebabkan mediator berkurang dan selanjutnya mengurangi peradangan. Kolkisin juga menghambat pelepasan glikoprotein dari leukosit yang merupakan penyebab terjadinya nyeri dan radang sendi pada gout.
o Dosis : 0,5 – 0,6 mg tiap satu jam atau 1,2 mg sebagai dosis awal dan diikuti 0,5 – 0,6 mg tiap 2 jam sampai gejala penyakit hilang atau mulai timbul gejala saluran cerna, misalnya muntah dan diare. Dapat diberikan dosis maksimum sampai 7 – 8 mg tetapi tidak melebihi 7,5 mg dalam waktu 24 jam. Untuk profilaksis diberikan 0,5 – 1,0 mg sehari.
o Pemberian IV : 1-2 mg dilanjutkan dengan 0,5 mg tiap 12 – 24 jam dan tidak melebihi 4 mg dengan satu regimen pengobatan.
o Indikasi pemberian secara intravena :
(i) Terjadi komplikasi saluran cerna
(ii) Serangan akut pada pasca operatif
(iii) Bila pemberian oral pasca akut tidak menunjukkan perubahan positif
o Untuk mencegah iritasi akibat ekstravasasi sebaiknya larutan 2 ml diencerkan menjadi 10 ml dengan larutan larutan garam faal.
o Hati-hati untuk pemberian kepada pasien manula, lemah atau pasien dengan gangguan ginjal, kardiovaskular, dan saluran cerna.
o Efek samping : muntah, mual, diare dan pengobatan harus dihentikan bila efek samping ini terjadi walaupun belum mencapai efek terapi. Bila terjadi ekstravasasi dapat menimbulkan peradangan dan nekrosis kulit dan jaringan lemak. Pada keracunan kolkisin yang berat terjadi koagulasi intravascular diseminata.
v Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
(i) Indometasin
o Indikasi : penyakit arthritis reumatid, gout, dan sejenisnya.
o Mekanisme kerja : efektif dalam pengobatan penyakit arthritis reumatid dan sejenisnya karena memiliki efek anti-inflamasi dan analgesik-antipiretik yang sebanding dengan aspirin. Indometasin dapat menghambat motilitas leukosit polimorfonuklear (PMN). Absorpsi indometasi cukup baik dengan pemberian oral dengan 92 – 99% terikat pada protein plasma. Metabolismenya terjadi di hati dan diekskresi dalam bentuk asal maupun metabolit lewat urin dan hempedu. Waktu parah plasma kira-kira 2 – 4 jam.
o Dosis : 2 – 4 kali 25 mg sehari
o Kontra indikasi : anak, wanita hamil, pasien gangguan psikiatri, pasien dengan penyakit lambung
o Efek samping : amat toksik sehingga dapat menyebabkan nyeri abdomen, diare, pendarahan lambung, pancreatitis, sakit kepala yang hebat disertai pusing, depresi, rasa bingung, halusinasi, psikosis, agranulositosis, anemia aplastik, trombositopena, hiperkalemia, alergi
v Fenilbutazon
o Dosis : bergantung pada beratnya serangan. Pada serangan berat : 3 x 200 mg selama 24 jam pertama, kemudian dosis dikurangi menjadi 500 mg sehari pada hari kedua, 400 mg pada hari ketiga, selanjutnya 100 mg sehari sampai sembuh.
o Pemberian secara suntikan adalah 600 mg dosis tunggal. Pemberian secara ini biasanya untuk penderita dioperasi.
v Kortikosteroid
o Indikasi : penderita dengan arthritis gout yang recurrent, bila tidak ada perbaikan dengan obat-obat lain, dan pada penderita intoleran terhadap obat lain.
o Dosis : 0,5 mg pada pemberian intramuscular. Pada kasus resisten, dosis dinaikkan antara 0,75 – 1,0 mg dan kemudian diturunkkan secara bertahap samapi 0,1 mg. Efek obat jelas tampak dalam 3 hari pengobatan.
(ii) Golongan urikosurik; untuk menurunkan kadar asam urat
v Allopurinol
o penggunaan jangka panjang dapat mengurangi frekuensi serangan, menghambat pembentukan tofi, memobilisasi asam urat dan mengurangi besarnya tofi.
o dapat juga digunakan untuk pengobatan pirai sekunder akibat polisitemia vera, metaplasia myeloid, leukemia, limfoma, psoriasis, hiperurisemia akibat obat dan radiasi.
o Mekanisme kerja : menghambat xantin oksidase agar hipoxantin tidak dikonversi menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat.
o mengalami biotransformasi oleh enzim xantin oksidase menjadi aloxantin yang mempunyai masa paruh yang lebih panjang.
o Efek allopurinol dilawan oleh salisilat, berkurang pada insufficient ginjal, dan tidak menyebabkan batu ginjal.
o Dosis :
o (i) pirai ringan : 200 – 400 mg sehari
(ii) pirai berat : 400 – 600 mg sehari
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal : 100 – 200 mg sehari
Anak (6 – 10 tahun) : 300 mg sehari
Anak <>

v Probenesid
o Indikasi : penyakit gout stadium menahun, hiperurisemia sekunder
o Mekanisme kerja : mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta pembentukan tofi pada penyakit gout, tidak efektif untuk mengatasi serangan akut. Probenasid tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus <>
o Dosis : 2 x 250 mg/hari selama seminggu diikuti dengan 2 x 500 mg/hari.
o Kontra indikasi : adanya riwayat batu ginjal, penderita dengan jumlah urin yang berkurang, hipersensitivitas terhadap probenesid.
o Efek samping : gangguan saluran cerna yang lebih ringan, nyeri kepala, reaksi alergi.
v Sulfipirazon
o Mekanisme kerja : mencegah dan mengurangi kelainan sendi dan tofi pada penyakit pirai kronik
berdasarkan hambatan reabsorpsi tubular asam urat. Kurang efektif untuk menurunkan asam urat dan tidak efektif untuk mengatasi serangan pirai akut, meningkatkan frekuensi serangan pada fase akut.
o Dosis : 2 x 100 – 200 mg sehari, ditingkatkan sampai 400 – 800 mg kemudian dikurangi sampai dosis efektif minimal
o Kontra indikasi : pasien dengan riwayat ulkus peptik
o Efek samping : gangguan cerna yang berat, anemia, leukopenia, agranulositosis
è Non-Medikamentosa
v Edukasi
o Penyuluhan kepada pasien agar tidak mengomsumsi makanan yang mengandung sedang atau tinggi purin.
o Menjelaskan kepada pasien yang mengambil alkohol untuk mengurangi asupan alkohol. Etanol menyebabkan retensi urat pada ginjal.
v Pengaturan diet
o Membataskan pengambilan makanan tinggi purin seperti jeroan, sarden, ikan teri, emping, alcohol, ragi dan makanan yang diawetkan.
o Sebaiknya segera dilakukan bila kadar asam urat melebihi 7 mg/dl.
o Banyakkan minum air putih.
v Istirahat sendi
o Pergerakan dan aktivitas fisik berat haruslah dihindari bagi agar radang sendi tidak bertambah kronik.
PENCEGAHAN
Pencegahan timbulnya fase akut :
§ Profilaksis serangan rekuren
o Kolkisin
§ dosis rendah 2 x 0,5 mg sehari, dapat diberikan pada penderita hiperurisemia atau kadar asam urat normal.
§ dapat diberikan selama 12 bulan sesudah serangan akut yang terakhir.
o Indometasin
§ Dosis profilaksis tidak banyak beda dengan dosis saat akut.
§ Pemebrian dihentikan pada saat kadar asam urat sudah normal.
Koreksi penyebab hiperurisemia
o # Akibat obat
§ Penderita hiperurisemia dengan hipertensi amat tidak dianjurkan memakai obat golongan tiazid, asetosal dosis rendah dan fenilbutazon karena dapat menyebabkan kenaikan asam urat darah.
o # Obesitas
§ Produksi asam urat pada orang yang gemuk lebih tinggi selain ekskresi urat melalui ginjal meningkat.
o # Pemakaian alcohol
§ Minuman beralkohol mengandung banyak purin, jika diminum setiap hari akan meningkatkan kadar asam urat selain mengurangi ekskresi asam urat melalui ginjal juga.
o # Makanan
§ Dianjurkan untuk mengurangi asupan daging, jeroan, ikan haring, sardine, ikan teri karena mengandung purin yang tinggi (150 – 1000 mg/100 g).
PROGNOSIS
Jarang pada kasus artritis gout menyebabkan kematian dan angka kematian arthritis gout adalah tidak berbeda dengan angka kematian populasi pada umumnya. Penyakit gout sering dihubungkan dengan penyakit penyertanya yang jelas berbahaya dengan mortlitas cukup tinggi, sebagai contoh kelainan vaskular degeneratif, hipertensi, hiperlipidemia, penyakit ginjal, dan obesitas.
KESIMPULAN
Penyakit gout sering menyebabkan pembengkakan pada sendi akibat deposit kristal asam urat terutama pada metatarsophalanges 1 yang kemudian menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan panas. Penyakit ini dapat menjadi kronis jika tidak diobati segera dan menyebabkan gangguan aktivitas hidup pada si penderita.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arthritis Gout dikutip dari buku Aru W. Sudoyo et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Interna
Publishing, Edisi V Jilid III, 2009 : h2556-2560.
2. Working diagonosis dan Differential diagnosis dikutip dari buku Aru W. Sudoyo et all, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Interna Publishing, Edisi V Jilid III, 2009 ; h2495 – 2502, 2538 – 2549
3. Pemeriksaan Fisik dikutip dari buku Delp & manning, Major Diagnosis Fisik, Penerbit Buku
Kedokteran (EGC), Edisi 9 Cetakan VI 1996; h 548 – 550
4. Pemeriksaan Laboratorium dikutip dari buku Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan
Laboratorium & Diagnostik, Penerbit Buku Kedokteran (EGC), Edisi 6 Cetakan I 2008; h 447
5. Pemeriksaan radiologi diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/389965-imaging
27/08/2009
6. Pemeriksaan CT scan diunduh dari :
7. Patogenesis dan Manifestasi Klinis Gout dikutip dari buku buku Aru W. Sudoyo et all, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Interna Publishing, Edisi V Jilid III, 2009 ; h2495 – 2502, 2538 – 2549
8. Patologis Penyakit Gout dikutip dari buku Robbins & Cotran, Buku saku Dasar Patologis Penyakit,
Penerbit Buku Kedokteran (EGC), Edisi 7, Cetakan I 2009; h 747 – 748
9. Penatalaksanaan Penyakit Gout dikutip dari buku Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Edisi 5, 2007
10. Komplikasi : Nefrolitiasis diunduh dari : http://denfirman.blogspot.com/2009/09/neprolitiasis.html