Entah dari mana ide untuk membuat tulisan tentang PHOBIA ini muncul. Tapi ku kira, saat Ila menjerit sejadi-jadinya siang itu.
Aahgg………………
Ulat…ulat….
Aaaahhhggggg………….
Sontak saja, aku yang sedang tidur-tiduran di kamar berlari keluar.
Aku : Ada apa La?
Ila : Ada ulat…. Tu di situ…. (sambil menunjuk ke arah tangga)
Aku : (pergi ke tangga sambil celingak-celinguk memperhatikan, maksudku mencari-cari makhluk yang membuat Ila memekik seperti itu) mana?
Ila : itu, yang gerak-gerak…
Aku : Oh iya…. (sambil membuang ulat tersebut)
Keadaan kembali aman dan terkendali.
Ok, keadaan Ila di atas, ku sebut dengan PHOBIA. Entah hanya sok-sokan menggunakan istilah itu atau karena memang itulah istilah yang cocok, aku juga nggak tau, cuma pura-pura menjadi sok tau (he…he…., cengigisan karena bingung sendiri dengan tulisan yang sedang dibuat). Nggak hanya itu, ternyata setiap orang ada phobia sendiri-sendiri, itu yang membuat otakku dan daya imajinasiku tergugah untuk menulisnya.
Pertama, Ila selain takut sama ulat, juga takut sama cacing. Aku ingat kembali gimana kejadian cacing memberi kejutan saat Ila ulang tahun. Ceritanya gini, pas Ila ulang tahun, teman-teman sekosan ngasih surprise, kecuali aku, aku kan pulkam (dasar suka pulkam, he…he…). Trus, bertumpuklah aneka zat-zat dan bahan-bahan yang amburadul di kepala dan badan Ila. Alhasil, Ila harus segera mandi, soalnya bau badannya udah kayak “Pasar Ibuh” (pasar yang cukup bau di Payakumbuh, karena menjual bermacam-macam kebutuhan dapur, apalagi bagian pedagang ayamnya, Ihg…igh…. Aku nggak tahan). Namun saat Ila masuk ke kamar mandi dan duduk “manjalepok” di kamar mandi untuk membersihkan kepalanya, suatu kejadian yang tak terduga-duga muncul. Apakah itu? Sesosok cacing yang lumayan besar berjalan-jalan santai di lantai kamar mandinya dan itu persis disebelah Ila yang sedang duduk “manjalepok”. Kejadian selanjutnya bisa kamu bayangin sendiri.
Itu cerita Ila dan Phobianya. Trus, kalau Tika, phobia ama yang namanya Kucing, apalagi anak kucing. Trus, kalau ama Kak Adek, jangan pernah deh sebut-sebut tentang Tikus, mendengar suaranya aja beliau udah mengigil duluan. Begitu juga dengan ku, aku amat sangat phobia sekali dengan makhluk yang berkaki empat, jalan di dinding, makanannya nyamuk, bunyinya chek….chek…., apakah dia????? Ya, betul. CECAK. (tiba-tiba bulu kudukku berdiri, sambil merobah posisi duduk, melihat kesekitar, jangan-jangan ada seekor cecak yang sedang memperhatikanku dan nggak lupa megangin kudukku)
Sebenarnya, apasih phobia itu. Setelah menjelajah bentar di dunia internet, aku mendapatkan pengertian phobia yaitu “rasa ketakutan kuat (berlebihan) terhadap suatu benda, situasi atau kejadian yang ditandai dengan keinginan untuk menjauhi sesuatu yang ditakuti itu”. Bedanya dengan rasa takut biasa adalah hal yang ditakuti sebenarnya nggak menyeramkan untuk sebagian besar orang. Phobia terjadi akibat adanya faktor biologis di dalam tubuh. Bisa juga karena keadaan yang nggak normal di struktur otak. Tapi kebanyakan psikolog setuju, phobia lebih sering disebabkan oleh kejadian traumatis.
Begitu juga denganku, phobiaku terhadap CECAK, adalah akibat kejadian traumatis. Dulu waktu aku kecil, aku nggak takut ama cicak, malah penasaran dan berusaha mencari tahu tentang cecak tersebut. Tapi kejadian mengerikan membuat ku seperti ini (depresi,lebayyyyyyyy), aku jadi phobia ama cecak. Mungkin karena keingintahuan ku yang berlebihan, hickk..hickkk…
Banyak kejadian-kejadian menarik ku bersama CECAK, mungkin akan aku ceritakan beberapa. Yang akan mengorek lagi luka lama ku (hei, emang kamu mau cerita apa sih??? Hiperbola banget sih…)
Pertama, saat aku masih duduk di Taman Kanak-kanak, inilah awal dari segalanya, ketika kisah ini bermula (ceile, kayak cerita-cerita horor nih!!!).
Waktu liburan pun tiba, inilah waktu yang ditunggu-tunggu oleh seorang murid TK. Tak ada kegiatan yang menyenangkan bagi anak TK seusiaku waktu itu, selain bermain. Begitu juga dengan aku, masa libur itu ku isi dengan bermain sepuasku. Kebetulan di dekat rumah ku ada sebuah rumah kosong yang tak berpenghuni. Halamannya luas dan kami (maksudnya aku and friends) suka bermain di sana.
Satu hari yang tak terduga. Aku menemukan benda aneh bin ajaib di dinding pagar rumah itu. Karna penasaran, aku bertanya kepada temanku yang notaben nya 2 tahun lebih tua dari aku.
Aku : eh…eh… apaan tuh.
Temanku : yang mana sih???
Aku : itu, yang putih-putih kecil di dinding pagar itu.
Temanku : Oh…. Itu toh. Itu kan telur cecak.
Aku : Ah…. Masa iya sih???? Kok telur cecak kecil-kecil??? Padahal cecak kan gede???
From that conversation, aku berenung sendiri. Terjadi suatu pergelutan yang hebat dalam otakku. Aku nggak yakin kalau benda bulat, kecil, dan menempel di dinding pagar itu adalah telur cecak. Batin ku memberontak. Mana mungkin benda sekecil itu di dalamnya terdapat cecak yang besar. Akhirnya, rasa penasaranku memuncak. Aku ingin sekali memastikan kalau di dalam benda kecil itu ada seekor cecak. Tak lama kemudian, tangan kananku sudah memegang sebatang kayu kecil. Kayu itu aku gunakan untuk memecahkan telur-telur kecil tersebut, berharap akan menemukan cecak-cecak di dalam telur itu. Tapi apa hasilnya, tak seekorpun cecak yang kutemui di dalam telur. Dari telur tersebut hanya keluar lendir-lendir. Ku pecahkan lagi. Masih lendir-lendir yang keluar. Sampai akhirnya, semua telur di dinding pagar itu hancur kupecahkan, batang hidung si cecak tak nongol-nongol. Imbasnya, aku marah-marah kepada temanku dan menuduh kalau mereka berbohong padaku. Buktinya sudah kongkret, aku sendiri yang menyelidikinya. Tak ada ku temukan seekor cecakpun di dalam telur itu. Kesimpulanku …… “ITU BUKAN TELUR CECAK”.
Cerita nggak habis sampai di situ. Kejadiannya berlanjut pada malam harinya. Malam itu, aku bermimpi, mimpi yang mmbuat hidupku berubah 1800. Aku benar-benar tidak menyangka kalau aku bisa mimpi dengan makhluk-makhluk kecil itu. Di dalam mimpi itu aku menggunakan seragam sekolah lengkap. Ku dapati banyak sekali telur cecak yang akan menetap di saku seragam ku. Pertama aku santai saja, aku mencoba untuk tenang dan mengeluarkan telur cecak itu. Tapi telur-telur itu menetas di tanganku. Menggeliat-geliat. Lendir dan geliatannya membuat tangan geli, aku menjadi nggak tahan. Cepat saja ku buang semua yang ada di tanganku itu ke lantai. Selanjutnya, aku sesegera mungkin untuk mengosongkan kantong seragamku dari benda-benda kecil itu, anehnya semakin aku berusaha untuk mengosongkan kantong seragamku, telur-telur itu semakin banyak di kantong seragamku,. Tidak hanya itu saja, kecepatan menetasnya pun 10 kali lebih cepat dari yang pertama. Sekuat tenaga aku mencoba untuk membuang telur dan cecak yang baru menetas itu, ternyata semakin banyak juga telur dan cecak yang baru menetas d kantong seragamku. Akhirnya aku menangis. Aku nggak tahan lagi. Disaat-saat seperti inilah, seseorang ingin terbangun dari tidurnya, dan saat itu aku berharap ini hanya mimpi dan terbagun dari mimpi tersebut. Ternyata benar, disaat aku nggak tahan lagi, aku terbangun dengan kondisi air mata yang meleleh dan sudah membasahi bantal ku. Ya, aku menangis dan mencerit sejadi-jadinya. Malam itulah awal mulai permusuhanku dengan hewan yang bernama CECAK dimulai…. (salah ding, nggak musuhan Cuma geli aja lihat cecak yang jalannya ngliat-ngliat gitu)
Bersambung….
Nb: Masih banyak kisah menariku bersama CECAK yang bisa kita ambil hikmah di dalamnya ^_^